Selasa, 29 April 2014

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah dan Laporan






Pedoman Penulisan Karya Ilmiah dan Laporan


 




 

 



 

 

 

Oleh: DR. Eril Mozef, MS, DEA

















September 2002


Politeknik Negeri Bandung




I. Pendahuluan


     Jaman dulu, keterampilan membuat sesuatu semula hanya diturunkan dari bapak ke anak , atau dari guru ke murid, dan begitu seterusnya hingga menjangkau masyarakat yang lebih luas secara tiru-meniru dan secara lisan [1]. Namun cara ini tidak begitu efektif dan efisien lagi karena tidak menjamin kontinyuitas informasi yang disampaikan. Sebagai contoh misalnya dapat kita lihat pada bekas-bekas peninggalan jaman purbakala misalnya Piramida di Mesir, Tembok Raksasa di Cina, Candi Borobudur di Indonesia dan lain-lain. Bangunan kuno tersebut masih berdiri dengan megahnya sampai saat ini. Tetapi sering kali para ilmuwan bertanya-tanya: bagaimana orang membangunnya?, berapa lamakah waktu pembangunannya?, apa dan dari mana sajakah bahannya?, berapa banyakkah orang yang terlibat? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang muncul. Para ilmuwan seakan merasa kehilangan sesuatu yang sangat berharga yaitu informasi yang menyangkut tentang pembuatan bangunan-bangunan tersebut.
Seiring dengan perkembangan jaman, manusia semakin sadar bahwa ilmu dan teknologi itu tidak dapat diturunkan hanya secara lisan. Harus ada suatu media yang lebih handal yang dapat dipergunakan sebagai media penyampaian sebuah hasil karya. Media tersebut harus bersifat stabil, mudah disampaikan, dapat dipelajari berulang-ulang, isinya tidak berubah, dapat memberikan penjelasan secara rinci. Disinilah munculnya kebutuhan akan tulisan ilmiah.
Namun begitu, sebuah tulisan ilmiah bila tidak ditulis secara baik dan benar tidak akan memberikan manfaat yang berarti bagi masyarakat. Hasil karya yang telah kita peroleh dengan bersusah payah tersebut tidak akan terlihat kontribusinya bagi pembacanya. Sebaliknya bila sebuah karya ilmiah dengan hasil yang biasa-biasa saja namun bila ditulis secara baik dan benar akan sangat terasa kontribusinya bagi masyarakat.
Pada makalah ini, disajikan suatu metoda sederhana namun efektif dan efisien untuk penulisan karya ilmiah. Disini penulis mencoba untuk merangkum sebuah metoda penulisan karya ilmiah berdasarkan berbagai referensi yang ada maupun dari pengalaman penulis pribadi. Disini pembahasan lebih ditekankan pada pengertian terhadap bagian-bagian pembentuk sebuah tulisan ilmiah yang penulis rasakan masih menjadi hambatan besar bagi mereka yang belum terbiasa menulis. Pada makalah ini, penulis membatasi pada metoda penulisan paper untuk publikasi dan laporan ilmiah yang memang sangat dibutuhkan bagi kalangan peneliti, staf pengajar, mahasiswa dan mereka yang tertarik pada penelitian ilmiah.

II. Karya Tulis Ilmiah

 

II.1 Definisi Karya Tulis Ilmiah

Sebuah karya tulis ilmiah adalah karya tulis yang mengandung kebenaran objektif karena didukung oleh informasi-informasi yang sudah teruji kebenarannya, disajikan secara mendalam dengan penalaran, analisa dan metoda ilmiah [2].
Pada tulisan ini pembahasan dibatasi pada karya tulis yang berupa laporan teknik yaitu laporan praktikum, laporan kerja lapangan, laporan tugas akhir dan laporan seminar.

II.2 Bagian-Bagian Pembentuk Sebuah Karya Tulis Ilmiah atau Laporan

Bagian yang selalu ada pada sebuah laporan:

1. Judul
2. Pendahuluan
3. Isi
4. Kesimpulan

Laporan praktikum
Laporan kerja lapangan
Laporan tugas akhir
Laporan seminar
1. Judul
1.Judul
1. Judul
1. Judul
-
-
2. Abstrak
2. Abstrak
2. Pendahuluan
2. Pendahuluan
3. Pendahuluan
3. Pendahuluan
3. Teori
3.Isi disesuaikan dengan topik di tempat kerja.
4. Teori
4. Teori/Studi Literatur
4. Pengukuran

5. Perancangan
5. Metodologi


6. Realisasi
6.


7. Hasil
7. Hasil
5. Analisa

8. Analisa
8. Analisa
6. Kesimpulan
9. Kesimpulan
9. Kesimpulan
9. Kesimpulan


10. Daftar pustaka
10. Daftar pustaka


11. Lampiran
11. Lampiran

Laporan praktikum biasanya ditujukan untuk pembuktian suatu teori jadi pada bagian isi hanya terdapat: teori, pengukuran dan analisa. Laporan tugas akhir biasanya terkait dengan pembuatan suatu alat, jadi pada bagian isi terdapat: teori, perancangan, realisasi, hasil dan analisa. Laporan Seminar terkait dengan pengungkapan hal-hal baru jadi pada bagian isi lebih kearah metodologi pembuktian temuan baru tersebut. Laporan kerja lapangan isinya melaporkan apa yang didapat dilapangan dan ini lebih bervariasi tergantung dari topik yang diberikan kepada kita. Ada yang mendapat topik tentang riset, ada yang tentang perawatan instalasi, ada yang bersifat produksi.

II.2.1 Judul

Judul mencerminkan gambaran singkat tentang apa yang kita kerjakan dalam penelitian. Dari judul, seorang pembaca diharapkan dapat dengan cepat memutuskan apakah tulisan ilmiah ini sesuai dengan yang dicarinya atau tidak. Ada hubungan terbalik antara panjang judul dan panjang tulisan. Semakin panjang judul, semakin pendek tulisan begitu sebaliknya [1]. Judul yang optimal biasanya kurang lebih 15 kata dan mengandung unsur-unsur kata kunci karena biasanya mesin pencari kata elektronik bekerja berdasarkan judul [3]. Judul biasanya disertai dengan nama penulis dan instansi tempat kerja. Jangan habis waktu diawal penulisan pada penentuan judul, buat saja judul kasar terlebih dahulu. Penulis akan lebih banyak ide akan judul definitif bila tulisan telah rampung.

II.2.2 Abstrak

Abstrak merupakan intisari dari sebuah karya tulis ilmiah. Abstrak harus mencerminkan gambaran singkat tentang apa yang kita kerjakan dalam penelitian sedikit lebih rinci dari judul. Seperti halnya judul, pembaca diharapkan dapat dengan cepat memutuskan apakah tulisan ilmiah ini sesuai dengan yang dicarinya atau tidak. Abstrak biasanya tidak lebih dari 400 kata. Abstrak sebaiknya dibuat setelah tulisan keseluruhan rampung.

II.2.3 Ringkasan

Berbeda dengan abstrak, ringkasan merupakan hasil pemadatan dari sebuah tulisan ilmiah dimana didalamnya masih kita kenali semua unsur dasar bahan pembentuk tulisan ilmiah [1]. Ringkasan lebih panjang dari abstrak biasanya sekitar satu halaman. Seperti halnya abstrak, ringkasan sebaiknya dibuat setelah tulisan keseluruhan rampung. Biasanya ringkasan terdapat pada laporan ilmiah, laporan tugas akhir, thesis tapi tidak terdapat pada paper publikasi.

II.2.4 Pendahuluan

Pendahuluan merupakan bagian pembuka sebuah tulisan ilmiah. Inti dari pendahuluan adalah menyampaikan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti. Sebelum menyampaikan tujuan harus dikemukakan terlebih dahulu latar belakang permasalahan atau penyebab dari adanya tujuan tersebut. Dengan latar belakang dan tujuan tersebut sudah cukup bagi kita untuk membuat pendahuluan. Namun tidak ada salahnya ditambahkan dengan batasan masalah dan organisasi tulisan. Tujuan harus dibuat secara jelas dan jangan mengambang. Latar belakang jangan terlalu bertele-tele tapi harus singkat dan padat.
Berdasarkan pengamatan penulis, kebanyakan mahasiswa yang sedang menyelesaikan tugas akhir dibuat bingung oleh adanya istilah maksud, tujuan, tujuan umum dan tujuan khusus dalam suatu pendahuluan. Kebanyakan dari mereka ketika berusaha hendak melengkapi ke 4 butir tersebut malah membuat tujuan sebenarnya jadi mengambang. Mengapa harus ada maksud dan mengapa harus ada tujuan padahal maksud dan tujuan kalau dilihat dalam kamus mengandung arti yang sama. Mereka sendiri tidak mengerti apa yang yang seharusnya mereka tulis dan mana yang seharusnya jadi prioritas.
Biasanya tujuan umum diisi dengan tujuan akademis misalnya “-Sebagai syarat untuk mendapatkan diploma” sedangkan tujuan khusus diisi dengan tujuan teknis misalnya “-Untuk membuat sistem komunikasi data handal”. Penulis pernah terkejut ketika menemukan suatu tugas akhir dimana pada pendahuluannya hanya diisi dengan tujuan akademis dan tidak sama sekali mencantumkan tujuan teknisnya. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa tersebut tidak mengerti dengan apa yang harus ditulis dan diprioritaskan pada pendahuluan. Padahal seorang pembaca yang baik biasanya selalu ingin tahu apa yang menjadi tujuan teknis (tujuan khusus) dan bukan tujuan umumnya.
Jadi sekali lagi dalam membuat pendahuluan, berkonsentrasilah terlebih dahulu hanya pada latar belakang permasalahan dan tujuan (tujuan teknis)-nya. Kembangkan beberapa tujuan inti menjadi beberapa sub-tujuan. Sebaiknya tujuan harus sudah terdefinisi sejak awal kita mulai melakukan penelitian dan berpeganglah secara konsisten pada tujuan ini. Mengapa demikian, karena bila tujuan ini kita pegang secara konsisten sejak awal, ini nantinya akan sangat bermanfaat sebagai tolok ukur dalam membuat kesimpulan. Lebih lanjut mengenai kesimpulan akan dijelaskan pada paragraf berikutnya.

II.2.5 Landasan teori (Literatur review)

Landasan teori biasanya berisi studi literatur tentang berbagai macam metoda yang ada. Ini bertujuan untuk mendukung dan memvalidasi metoda yang kita gunakan dalam penelitian. Disinilah tempatnya kita membuktikan kepada pembaca bahwa kita mengetahui sampai dimana kemajuan (State-of-the-art) dari bidang yang akan kita tekuni. Disini setidaknya kita membuktikan bahwa metoda yang kita gunakan merupakan pengembangan (kalau tidak bisa dikatakan metoda baru). Disinilah sebagian besar kutipan-kutipan tulisan ilmiah ditempatkan. Adapun cara mengutip atau mereferensikan sebuah pustaka dapat dilihat pada bagian daftar pustaka.
Bila kita menjalani bagian ini secara antusias, kita akan menyadari bahwa setiap apa yang kita anggap ide baru ternyata sudah ada yang mengembangkan lebih dulu. Semakin kita intensif dalam melakukan pencarian semakin kita sadar bahwa menemukan sesuatu yang baru itu sulit, begitulah yang penulis alami. Tapi dari situ sebagai peneliti yang baik akan semakin tertantang untuk dapat menemukan sesuatu. Jangan putus asa akan hal ini, tekuni dan jalani tahap ini, niscaya suatu saat akan terkuak celah dimana kita akan muncul ke permukaan. Disaat inilah kita akan sadar bahwasanya dunia ini sangat luas dan masih banyak hal-hal baru yang dapat kita temukan.
Berapa banyak jumlah literatur yang dapat dijadikan referensi?. Tergantung dari topik, jumlah literatur yang dapat dijadikan referensi bisa bervariasi antara 10 sampai 200 referensi [13].

II.2.6 Metodologi

Metodologi membahas mengenai uraian kita akan usaha-usaha untuk mendapatkan hasil. Dalam metodologi ini kita tidak perlu lagi menceritakan tentang metoda orang lain, tapi disini kita benar-benar hanya menceritakan tentang metoda kita. Kita dapat menceritakan metoda lain namun hanya sebatas pada perbandingan saja. Semua langkah-langkah ini harus diuraikan secara saintifik penuh dengan argumentasi ilmiah. Dalam pembahasan jangan gunakan metoda descriptif tapi gunakan metoda analisis.

II.2.7 Hasil

Pada bagian ini diberikan hasil apa adanya sesuai dengan kenyataan. Bila hasil tidak sesuai dengan yang diharapkan jangan lalu menutup-nutupi kelemahan ini tapi coba berikan ulasan dalam bagian diskusi (bisa dalam bab terpisah). Hasil dan diskusi biasanya sangat sering dikombinasikan pada thesis [11].

II.2.8 Kesimpulan

Kesimpulan sangat berhubungan erat dengan apa yang menjadi tujuan pada penduhuluan [4]. Mungkin tidak seperti yang kita bayangkan bahwa sebenarnya bagian tersulit dari sebuah karya ilmiah bukan pada isi tapi justru pada pendahuluan dan kesimpulan [5]. Pernyataan ini sangat tepat karena memang hal inilah yang penulis rasakan pada saat menulis paper. Alasan mengapa pendahuluan dan kesimpulan merupakan bagian tersulit adalah karena pendahuluan dan kesimpulan merupakan bagian yang paling didahulukan oleh pembaca, disamping abstrak dan ringkasan tentunya (lihat tabel statistik peluang dibacanya bagian-bagian tulisan ilmiah) karena disitu menggambarkan tentang rencana/ide kita dan sampai dimana tingkat keberhasilan rencana/ide tersebut. Biasanya pembaca baru akan tertarik membaca bila pendahuluan dan kesimpulan sudah berkenan dihatinya. Oleh karena itu pendahuluan dan kesimpulan harus dapat menonjolkan karya kita dan menarik perhatian pembaca untuk tidak sekedar membaca tapi juga untuk dapat melanjutkan penelitian tersebut. Bagi mereka yang sudah terbiasa menulis karya ilmiah tentunya tidak akan menganggap remeh bagian ini.
Untuk dapat membuat kesimpulan yang baik dan benar caranya sangat mudah. Cobalah kita kembali dulu ke bagian pendahuluan dan lihat apa yang menjadi tujuan-tujuan kita semula [10]. Simpulkan satu persatu butir-butir tujuan berdasarkan hasil yang telah dicapai. Bila pada butir tersebut ada bagian yang tidak sempat dikerjakan atau tidak berhasil maka berterus-teranglah. Disinilah kesempatan bagi kita untuk memberikan alasan dan saran. Berjiwa besarlah dengan kegagalan tersebut dan janganlah sekali-kali menghapuskan butir tujuan yang gagal tersebut hanya karena malu. Menceritakan kegagalan yang nyata dengan segala argumentasinya jauh lebih baik dari pada menceritakan keberhasilan fiktif. Itulah sebabnya mengapa penulis mengatakan bahwa tujuan awal harus dipegang secara konsisten. Pada contoh dapat kita lihat bahwa butir 4 pada tujuan tidak berhasil didapatkan, tapi penulis tetap konsisten dengan mempertahankan tujuan tersebut dan memberikan alasan kegagalan tersebut.
Dari pengamatan penulis masih banyak peneliti atau mahasiswa dalam laporan akhirnya merumuskan kesimpulan berdasarkan dari permasalahan sulit yang telah berhasil dipecahkan pada saat proses penelitian. Padahal hasil tersebut bukan merupakan tujuan utama yang dicari. Pada contoh misalnya butir 1 kesimpulan diganti dengan M=N-c+b.



Statistik peluang dibacanya bagian-bagian pembentuk tulisan ilmiah [1]:

Judul                                                                                 100%
Ringkasan                                                                       100%
Abstrak                                                                            80%
Kesimpulan                                                                     80%
Pendahuluan                                                                  60%
Isi                                                                                      15%
Lampiran                                                                        10%



II.2.9 Daftar pustaka

Daftar pustaka merupakan suatu daftar yang berisi sumber informasi yang kita pakai dalam memperkuat argumentasi kita. Sumber informasi ini biasanya sesuatu yang sudah pernah dipublikasikan dan dibaca masyarakat luas baik dalam bentuk buku, paper, artikel dalam jurnal dan proceeding, dan lain-lain. Sumber informasi ini harus relevan terhadap tulisan kita, terdapat dalam jumlah yang cukup, berasal dari sumber yang sudah dikenal (memiliki nomor ISSN dan ISBN) dan relatif masih baru.
Adalah kebohongan besar jika ada orang menganggap dirinyalah yang mengetahui segala-galanya. Dalam sejarah belum pernah seorangpun tercatat berhasil membuat sebuah karya ilmiah tanpa bantuan dari siapapun. Oleh karena itu salah satu ketentuan dalam tulis-menulis atau penyusunan naskah menyangkut penyebutan sumber [1][12]. Penyebutan sumber pustaka bertujuan untuk menghindari dari usaha penjiplakan karya ilmiah dan supaya memungkinkan pembaca untuk dapat menelusuri dan membuktikan argumentasi yang dikutip.
Apa yang bisa direferensikan? Hal-hal yang kita kutip dapat berupa pernyataan, analisa, teori, metoda, rumus, data, gambar, grafik dan lain-lain yang dapat mendukung argumentasi kita.
Bagaimanakah cara kita mereferensi? Mereferensi sebenarnya hanyalah membuat link (hubungan) antara pernyataan yang dikutip dengan sebuah referensi dalam daftar pustaka yang telah disusun. Berilah tanda [ ] diakhir pernyataan yang dikutip dimana didalam tanda tersebut diberi nomor referensi yang terdapat dalam daftar pustaka (lihat contoh).
Banyak cara dan gaya (style) dalam membuat referensi misalnya:
-MLA (Modern Language Association): biasanya digunakan untuk bidang seni dan bisnis.
-APA (American Psychological Association): biasanya digunakan di bidang sosial sains.
-ASR, CBE, dan lain-lain.
-Untuk bidang elektroteknik kita dapat mengacu pada standard IEEE seperti contoh berikut:

[1] E. Mozef, S. Weber, J. Jaber, and E. Tisserand. Parallel architecture dedicated to connected component analysis, IAPR-IEEE 13th International Conference on Pattern Recognition, IEEE Computer Society Press, Vienna, Austria, August 96, pp. 699-703.

Penulisan indeks referensi ada pula yang langsung dengan angka (tanpa tanda []), tapi hal ini setelah penulis analisa ternyata tidak fleksibel, mengapa?. Karena dalam membuat laporan seringkali kita ingin mengubah urutan, menyisipkan atau mengurangi referensi. Hal ini akan menjadi masalah karena kita berarti harus menyesuaikan lagi urutan yang telah kita buat. Bila penulisan laporan masih sedikit tidak masalah, ini bisa dilakukan secara manual, namun bila jumlah halaman sudah cukup tebal maka pengesuaian urutan ini akan memakan waktu belum lagi terjadi resiko salah pengurutan. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan metoda “Caption” dan “Cross-reference” pada menu “Insert” yang tersedia pada Microsoft Word (dengan asumsi 99,9% pelajar di Indonesia menggunakan software ini!). Namun cara ini menuntut adanya minimal 1 karakter simbol untuk dapat di-capture atau dikenali dan sebaiknya jangan angka. Dengan menggunakan simbol “[“ untuk dijadikan parameter pada proses caption, maka secara otomatis angka 1 akan muncul disampingnya dan untuk proses caption berikutnya angka ini akan ter-incrementasi secara otomatis. Yang menarik dari penggunaan caption ini kita dapat mengeluarkan link-nya pada kalimat dihalaman manapun dilaporan. Misalnya pada kalimat “…..metoda arsitektur paralel ini dapat dilihat pada [1] ……….”. Nah pemberian tanda [1] dapat melalui menu “Cross-reference” yang dimaksud diatas. Sehingga antara daftar pustaka dan kalimat terjadi link. Akibatnya bila kita ingin mengubah urutan, menyisipkan atau mengurangi referensi secara otomatis seluruh kalimat yang ter-link pada daftar pustaka ini urutannya akan ter-up-date dan proses ini tidak pernah salah!!!. Mungkin jangan kaget bila belum ter-up-date saat itu. Tapi bila kita mencoba menutup file kemudian membukanya kembali niscaya laporan kita akan ter-up-date atau bila kita mencoba untuk mencetak pada printer maka akan langsung ter-up-date juga. Cara ini dapat juga dipergunakan untuk membuat link antara gambar/tabel dan lain-lain dengan kalimat.

Diluar negeri, buku dan majalah-majalah ilmiah sangat mudah diperoleh melalui perpustakaan-perpustakaan. Bahkan bila informasi yang kita cari terdapat diujung dunia sekalipun, perpustakaan akan selalu siap membantu mencarikannya dalam waktu yang relatif singkat dan dengan biaya yang relatif murah. Di Indonesia tidaklah demikian halnya. Mencari informasi merupakan sesuatu yang mahal dan pemborosan waktu. Hal ini membuat peneliti-peneliti di Indonesia tidak dapat memberikan acuan yang baik dalam membuat karya ilmiah. Namun begitu, kita jangan berkecil hati, karena ada kabar gembira. Saat ini Internet yang merupakan sumber informasi terbesar didunia dan yang informasinya dapat diakses secara cepat dan murah sudah dapat dijadikan acuan. Salah satu contoh pengutipan referensi di Internet adalah sebagai berikut:

[2] W. Cleveland and C. Loader. Smoothing by local regression: Principles and methods. Technical report, AT&T Bell Laboratories, 1995. Available as 95.3.ps in http://netlib/att/stat/doc.

Untuk lebih rincinya mengenai berbagai macam standard style ini dan cara penulisan referensi dapat dilihat pada [6], [7], [8] dan [9].
Bagaimana dengan “Footnote”? Sebaiknya tidak menggunakan Footnote atau catatan pada bagian bawah halaman sebagai tempat untuk membuat daftar pustaka. Pengutipan suatu pernyataan dari sumber yang sama bisa terdapat di halaman yang berbeda pada tulisan kita sedangkan daftar pustaka biasanya memuat puluhan bahkan ratusan referensi [11] sehingga referensi-referensi tersebut jadi tersebar dibeberapa halaman yang mana akan mengurangi konfortabilitas pembaca. Biasanya footnote diperlukan untuk menerangkan suatu definisi atau istilah yang mana kalau diterangkan didalam kalimat induknya akan mengaburkan inti dari kalimat tersebut.




Contoh sederhana untuk mengerti cara membuat tulisan ilmiah secara cepat. Pada contoh ini dapat kita lihat hubungan antara tujuan, landasan teori, metodologi, hasil, kesimpulan dan daftar pustaka.

Tujuan
                1). Mencari harga Y fungsi dari a
                2). Mencari koefisien k1 pada persamaan Y
3). Mencari koefisien k2 pada persamaan Y
                4). Mencari harga Y fungsi dari d

Landasan teori (Literatur review)
                Y=M*N (dari referensi [1])
                M=a+b (dari referensi [2])
                N=a+c (dari referensi [3])

Metodologi
                Y=M*N
                   =(a+b)*(a+c)
                   = a2+a(b+c)+b*c

Hasil
                Y= a2+a(b+c)+b*c

Kesimpulan
                1) Harga Y fungsi dari a telah berhasil dirumuskan yaitu Y= a2+ak1+ k2.
                2) Harga koefisien k1 telah berhasil didapatkan yaitu k1=b+c.
                3) Begitupun dengan koefisien k2 yaitu k2=bc.
                4) Adapun harga Y fungsi dari d belum berhasil kami dapatkan karena sulitnya mendapatkan hubungan antara Y dan d itu sendiri dan belum terdapatnya literatur yang membahas hal ini. Sebaiknya disarankan untuk …..

Daftar pustaka
[1] Nama. Mencari harga Y fungsi dari M dan N, Nama jurnal, Kota, Negara, Tgl terbit, Hal.
[2] Nama. Mencari harga M fungsi dari a dan b, Nama jurnal, Kota, Negara, Tgl terbit, Hal.
[3] Nama. Mencari harga N fungsi dari a dan c, Nama jurnal, Kota, Negara, Tgl terbit, Hal.



II.2.10 Lampiran

Lampiran umumnya diberikan dalam laporan tugas akhir, disertasi atau thesis. Lampiran biasanya memuat listing program, datasheet, manual cara kerja alat, dan lain-lain.



III. Kesimpulan


Pada makalah ini telah dibahas suatu metoda sederhana untuk penulisan ilmiah namun efektif dan efisien. Metoda ini didasari atas berbagai sumber informasi maupun pengalaman penulis pribadi. Referensi tentang penulisan ilmiah di Indonesia sangat terbatas. Namun bagi mereka yang tertarik untuk lebih memperdalam tata cara penulisan ilmiah ini disarankan mencari sumber informasi lain misalnya melalui Internet. Dengan menggunakan mesin pencari kata “Yahoo” atau yang lainnya dengan kata kunci “How to write research papers” misalnya, kita bisa mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya di bidang ini.

IV. Daftar pustaka


[1]        M. Purbo-Hadiwidjoyo, Menyusun Laporan Teknik, Penerbit ITB, Bandung, 1993.
[2]        S. Soeseno, Teknik Penulisan Ilmiah-Populer, Penerbit PT. Gramedia, Jakarta, 1980
[3]        Rudner, M Lawrence, and W. Schafer, How to Write a scholarly Research Report, Practical Assessment Research & Evaluation [Online]. Available: http://ericae.net/pare/getvn.asp?v=6&n=13
[4]        How to write Good Term Papers, How to Get Better Grades in College, AdviceNet [Online]. Available: http://courses.smsu.edu/mkc096f/advisenet/BETTER%20GRADES/papers.html
[5]        K. Lertzman, and S. Fraser, Notes on Writing Papers and Theses [Online]. Available: http://aerg.canberra.edu.au/pub/aerg/edulertz.htm
[6]        Harvard Referencing, Curtin Library and Information Service [Online]. Available: http://lisweb.curtin.edu.au/guides/handouts/harvard.html
[7]        Council of Science Editors-Citation style [Online]. Available: http://www.wsulibs.wsu.edu/electric/library/scientificCBE.htm
[8]        Bibliographies and Notes, St. Thomas Libraries [Online]. Available: http://www.lib.stthomas.edu/osf/depts/reference/bi/bibnotes.htm
[9]        Citing Electronic Sources in Research Papers and Bibliographies, Internet Citation Guide [Online]. Available: http://www.library.wisc.edu/libraries/Memorial/citing.htm
[10]     Tip for Effective Academic Writing [Online]. Available: http://www.yorku.ca/rosir/tips.htm
[11]     J. Wolfe, How to Write a Phd Thesis [Online]. Available: http://www.phys.unsw.edu.au/~jw/thesis.html
[12]     How to Write Term Papers, Duskin Online [Online]. Available: http://www.dushkin.com/online/study/dgen2.mhtml
[13]     Chip Klostermeyer, A guide to Thesis Preparation for Computer Science Graduade Students at WYU, Guide to Thesis Preparation  [Online]. Available: http://www.cs.wvu.edu/students/grad/cs-handbook/thesis.html



Selasa, 18 Februari 2014

Laporan Resmi Geologi Dasar 1


BAB I
PENDAHULUAN
1.1        Latar Belakang
Di bumi ini terdapat banyak sekali macam-macam dan jenis batuan. Di Indonesia. Pengetahuan tentang bumi sampai saat ini telah memberikan kesimpulan bahwa dimasa lampau, bumi pernah mengalami keadaan cair pijar dimana pada bagian terluar telah membeku atau mengkristal menjadi kerak bumi. Sementara dibagian lain yang lebih dalam, proses pemadatannya lebih lambat dan akan terus mencari keseimbangan dalam bentuk penerobosan-penerobosan magma dengan diiringi gejala yang bersifat tektonik. Oleh karena kondisi pembentukannya yang beraneka ragam, mengakibatkan kerak bumi terdiri dari bermacam-macam batuan berdasarkan sifat dan komposisinya.
Hampir di seluruh pelosok negeri ini terdapat berbagai macam batuan. batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf adalah contohnya. Berikut penjelasan batuan beku, sedimen, dan metamorf:
·          Batuan beku berfokus pada komposisi dan tekstur dari batuan beku (batuan seperti granit atau basalt yang telah mengkristal dari batu lebur atau magma). Batuan beku mencakup batuan vulkanik dan plutonik.
·          Batuan sedimen berfokus pada komposisi dan tekstur dari batuan sedimen (batuan seperti batu pasir atau batu gamping yang mengandung partikel-partikel sedimen terikat dengan matrik atau material lebih halus).
·          Batuan metamorf berfokus pada komposisi dan tekstur dari batuan metamorf (batuan seperti batu sabak atau batu marmer yang bermula dari batuan asal yaitu batuan sedimen atau batuan beku tetapi telah melalui perubahan kimia, mineralogi atau tekstur dikarenakan kondisi ekstrim dari perubahan suhu, tekanan, atau keduanya).

Oleh karena itu AKAMIGAS Balongan mengadakan Praktikum Geologi Dasar mengenai batuan untuk menambah wawasan Mahasiswa dan Mahasiswi Program Studi Teknik Perminyakan Akamigas Balongan.
1.2        Tujuan
1.2.1      Tujuan Umum
1.     Sebagai syarat kelulusan yang diajukan kampus.
2.     Memenuhi tugas Mata Kuliah Geologi Dasar.
3.     Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah dipelajari di perkuliahan dengan cara mengidentifikasi jenis-jenis batuan.
4.     Melatih Mahasiswa dalam kegiatan praktikum.
5.     Melatih dalam membuat laporan resmi.
6.     Mengetahui berbagai jenis batuan.
7.     Menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman para Mahasiswa khususnya dalam bidang ilmu geologi baik itu secara teoritis maupun praktek.
1.2.2      Tujuan Khusus
1.     Mengenal berbagai jenis batuan beku.
2.     Mengetahui sifat-sifat fisik yang dimiliki oleh batuan beku.
3.     Mengetahui macam-macam struktur, warna dan tekstur batuan beku.
4.     Mengetahui bentuk batuan beku.
5.     Mengetahui macam-macam batuan sedimen.
6.     Mengklasifikasikan jenis batuan sedimen berdasarkan kondisi fisik batuan.
7.     Mendeskripsikan batuan berdasarkan struktur, tekstur, komposisi mineral batuan sedimen.
8.     Mengetahui perbedaan batuan sedimen dengan batuan beku dan batuan metamorf.
9.     Mendeskripsikan bagaimana materi penyusun batuan sedimen.
10.     Mengetahui macam-macam jenis batuan metamorf.
11.     Mengetahui nama batuan metamorf berdasarkan kondisi fisik batuan.

1.3        Manfaat
1.3.1      Manfaat Khusus
1.     Mengetahui jenis batuan beserta dengan klasifikasinya.
2.     Menambah pengetahuan kita khusunya di bidang ilmu Geologi
3.     Memenuhi  nilai praktikum Mata Kuliah Geologi Dasar.
4.     Mencapai  salah satu syarat kelulusan di semester I ini.
5.     Memenuhi tugas Mata Kuliah Geologi Dasar.
6.     Mengetahui jenis batuan beserta dengan klasifikasinya.
7.     Mengidentifikasi sifat-sifat fisis batuan.
8.     Mendeskripsikan macam-macam batuan.
9.     Membedakan antara batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf.
10.  Mendeskripsikan bagaimana materi penyusun batuan.
11.  Mengetahui nama batuan berdasarkan kondisi fisik batuan.
1.4        Ruang Lingkup          
Laporan ini berjudul “LAPORAN RESMI PRAKTIKUM GEOLOGI  DASAR 2013”. Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas praktikum dari Mata Kuliah Geologi Dasar .
Praktikum ini diikuti oleh Mahasiswa dan Mahasiswi Semester I, yang terdiri dari kelas Teknik Perminyakan A, Teknik Perminyakan B, Teknik Perminyakan C, Teknik Perminyakan D dan Teknik Perminyakan E.
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 25 November 2013 sampai dengan 13 Desember 2013. Pada hari Jum’at, tanggal 11 Desember 2012, kemudian Praktikum dimulai pada hari Senin, tanggal 9 Desember 2013 mengenai Batuan Beku, kemudian pada hari Rabu, pada tanggal 11 Desember 2013 melakukan praktikum kedua mengenai Batuan Sedimen dan pada hari Jumat, tanggal 13 Desember 2013 mengenai Batuan Metamorf. Semua kegiatan Praktikum Geologi Dasar  ini diadakan di Kampus I Jalan Jendral Soedirman no.17 Indramayu.
Praktikum Geologi Dasar  dilaksanakan di laboratorium Kampus I Akamigas Balongan, serta dibimbing oleh Asisten Praktikum Geologi Dasar serta bantuan dari teman sekelompok. Diadakannya praktikum Geologi Dasar  ini untuk memberikan pengetahuan dan pembelajaran tentang penerapan ilmu bagi Mahasiswa dan Mahasiswi Akamigas Balongan.
Dalam laporan ini, pada BAB I membahas tentang Pendahuluan, lalu pada BAB II membahas tentang Dasar Teori, lalu pada BAB III membahas tentang Metode Penelitian, lalu pada BAB IV membahas tentang Batuan Beku, lalu pada BAB V membahas tentang Batuan Sedimen, lalu pada  BAB VI membahas tentang Batuan Metamorf, lalu pada BAB VII membahas tentang Penutup.
Praktikum ini berjalan dengan lancar karena dibimbing oleh Dosen Mata Kuliah Geologi Dasar dan Asisten Praktikum Geologi Dasar.
BAB II
LANDASAN TEORI
Batuan adalah sebuah material yang terbentuk melalui beberapa faktor, diantaranya karena perubahan mineral dari suatu batuan tersebut, baik oleh proses fisik dan kimiawi.
Bumi kita terdiri dari lapisan-lapisan penyusun yang sangat banyak variasi material yang membentuknya, bumi kita yang terbentuk dari sebuah bola gas panas yang kemudian diberikan gaya tekan dari luar ditambah dengan reaksi pembekuan secara bersamaan, proses ini berlangsung lama dan panjang sehingga pada akhirnya terciptalah bumi kita yang terdiri dari banyak mineral yang membentuknya dan kali ini kita akan berfokus pada batuan. Dari berbagai proses pembentukan bumi dan berbagai peristiwa yang terjadi pada bumi itulah banyak membentuk berbagai jenis batuan-batuan yang ada saat ini. Batuan terbagi atas tiga jenis, yaitu :
1.      Batuan Beku
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk karena adanya pembekuan material di dalam perut bumi (magma) dan di luar pemukaan bumi (lava). Tercampur dengan material lain yang keluar bersamaan dengan material yang keluar dari perut bumi. Proses pembekuan suatu batuan beku diawali dengan membekunya magma atau lava, kemudian materi yang sudah membeku tadi mengalami transportasi batuan, itulah yang mempengaruhi bentuk-bentuk dan jenis-jenis batuan beku.
Pada saat penurunan suhu akan melewati tahapan perubahan fase cair ke padat. Apabila pada saat itu terdapat cukup energi pembentukan kristal maka akan terbentuk kristal-kristal mineral berukuran besar, sedangkan bila energi pembentukan rendah akan terbentuk kristal yang berukuran halus. Bila pendinginan berlangsung sangat cepat maka kristal tidak akan terbentuk dan cairan magma membeku menjadi gelas. Pada saat magma mengalami penurunan suhu akibat perjalanan ke permukaan bumi, maka mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa penghabluran. Berdasarkan penghabluran mineral-mineral silikat (magma) oleh N.L. Bowen disusun suatu seri yang dikenal dengan Bowen’s Reaction Series dan dalam mengidentifikasi batuan beku, sangat perlu sekali mengetahui  karakteristik batuan beku yang meliputi sifat fisik dan komposisi mineral batuan beku.
Berdasarkan komposisi mineralnya batuan beku terbagi atas tiga jenis yaitu batuan beku asam mempunyai warna cerah, batuan beku intermediate berwarna abu-abu dan batuan beku basa berwarna gelap.
Struktur batuan beku umumnya dapat dilihat di lapangan saja dan hanya beberapa saja yang dapat dilihat dalam hand specimen sample antara lain masif yaitu tidak menunjukan adanya lubang-lubang atau struktur aliran. Vesikuler menunjukkan berlubang-lubang yang disebabkan oleh keluarnya gas pada waktu pembekuan magma, arah lubang-lubang itu teratur. Skoria adalah berlubang-lubang besar tapi arah tidak teratur. Xenolitis adalah struktur yang memperlihatkan adannya fragmen atau pemecahan batuan lain yang masuk dalam batuan yang mengintruksi.
Tekstur adalah hubungan antara mineral-mineral dengan massa gelas yang membentuk massa dasar dari batuan.
Untuk menentukan komposisi mineral kita cukup menggunakan indeks warna dari bentuk kristal, sebagai dasar penentuan mineral penyusun batuan. Atas dasar warna mineral sebagai penyusun batuan beku dapat dikelompokan menjadi dua yaitu mineral felsik adalah yaitu yang berwarna cerah terutama  kwarsa, feldspar, feldspatoid dan muscovite dan mineral mafik yaitu yang berwarna gelap terutama biotik, piroksen, amphibol dan olivine.
Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan terjadi oleh salah satu dari proses-proses berikut: kenaikan temperatur, penurunan tekanan atau perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di bawah permukaan kerak bumi.
Menurut para ahli seperti Turner dan Verhoogen (1960), F. F. Groun (1947), Takeda (1970), magma didefinisikan sebagai cairan silikat kental yang pijar terbentuk secara alamiah, bertemperatur tinggi antara 1.500 sampai dengan 2.500°C dan bersifat mobile (dapat bergerak) serta terdapat pada kerak bumi bagian bawah. Dalam magma tersebut terdapat beberapa bahan yang larut, bersifat volatile (air, CO2, chlorine, fluorine, iron, sulphur, dan lain-lain) yang merupakan penyebab mobilitas magma, dan non-volatile (non-gas) yang merupakan pembentuk mineral yang lazim dijumpai dalam batuan beku.
Pada saat magma mengalami penurunan suhu akibat perjalanan ke permukaan bumi, maka mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa penghabluran. Berdasarkan penghabluran mineral-mineral silikat (magma), oleh N.L. Bowen disusun suatu seri yang dikenal dengan Bowen’s Reaction Series.
Gambar 2.1 : Batuan beku, jalur yang berwarna lebih muda menunjukkan arah aliran
(http://3.bp.blogspot.com/-9DSlg8OFuHE/T5q3arUXWxI/AAAAAAAB4/OWp9SzFE33xy /s1600/Igneous_rock_Santoroni_Greece.jpg)




1.      Jenis-jenis  Batuan Beku
Batuan beku terbagi menjadi 2, yaitu :
·          Batuan Beku Dalam 
Magma yang membeku di bawah permukaan bumi, pendinginannya sangat lambat (dapat mencapai jutaan tahun), memungkinkan tumbuhnya kristal-kristal yang besar dan sempurna bentuknya, menjadi tubuh batuan beku intrusive.
Tubuh batuan beku dalam mempunyai bentuk dan ukuran yang beragam, tergantung pada kondisimagma dan batuan di sekitarnya. Magma dapat menyusup pada batuan di sekitarnya atau menerobos melalui rekahan-rekahan pada batuan di sekelilingnya. Bentuk-bentuk batuan beku yang memotong struktur batuan di sekitarnya disebut diskordan, termasuk di dalamnya adalah batholit, stok, dyke, dan jenjang volkanik :
Ø  Batolit
Merupakan tubuh batuan beku dalam yang paling besar dimensinya. Bentuknya tidak beraturan, memotong lapisan-lapisan batuan yang diterobosnya. Kebanyakan batolit merupakan kumpulan massa dari sejumlah tubuh-tubuh intrusi yang berkomposisi agak berbeda. Perbedaan ini mencerminkan bervariasinya magma pembentuk batholit. Beberapa batolit mencapai lebih dari 1000 km panjangnya dan 250 km lebarnya.
Dari penelitian geofisika dan penelitian singkapan di lapangan didapatkan bahwa tebal batolit antara 20 sampai dengan 30 km. Batholit tidak terbentuk oleh magma yang menyusup dalam rekahan, karena tidak ada rekahan yang sebesar dimensi batolit. Karena besarnya, batolit dapat mendorong batuan yang diatasnya.
Meskipun batuan yang diterobos dapat tertekan ke atas oleh magma yang bergerak ke atas secara perlahan, tentunya ada proses lain yang bekerja. Magma yang naik melepaskan fragmen-fragmen batuan yang menutupinya. Proses ini dinamakan stopping.
Blok-blok hasil stopping lebih padat dibandingkna magma yang naik, sehingga mengendap. Saat mengendap fragmen-fragmen ini bereaksi dan sebagian terlarut dalam magma. Tidak semua magma terlarut dan mengendap di dasar dapur magma. Setiap frgamen batuan yang berada dalam tubuh magma yang sudah membeku dinamakan Xenolith.  
Ø  Stock
Seperti batolit, bentuknya tidak beraturan dan dimensinya lebih kecil dibandingkan dengan batholit, tidak lebih dari 10 km. Stock merupakan penyerta suatu tubuh batholit atau bagian atas batolit.
Ø  Dyke
Dyke disebut juga gang, merupakan salah satu badan intrusi yang dibandingkan dengan batolit, berdimensi kecil. Bentuknya tabular, sebagai lembaran yang kedua sisinya sejajar, memotong struktur (perlapisan) batuan yang diterobosnya.
Ø  Jenjang Volkanik
Jenjang volkanik adalah pipa gunung api di bawah kawah yang mengalirkan magma ke kepundan. Kemudian setelah batuan yang menutupi di sekitarnya tererosi, maka batuan beku yang bentuknya kurang lebih silindris dan menonjol dari topografi disekitarnya. Bentuk-bentuk yang sejajar dengan struktur batuan di sekitarnya disebut konkordan diantaranya adalah sill, lakolit dan lopolit
­    Sill, adalah intrusi batuan beku yang konkordan atau sejajar terhadap perlapisan batuan yang diterobosnya. Berbentuk tabular dan sisi-sisinya sejajar.
­    Lakolit, sejenis dengan sill. Yang membedakan adalah bentuk bagian atasnya, batuan yang diterobosnya melengkung atau cembung ke atas, membentuk kubah landai. Sedangkan, bagian bawahnya mirip dengan Sill. Akibat proses-proses geologi, baik oleh gaya endogen, maupun gaya eksogen, batuan beku dapat tersingkat di permukaan. 
­      Lopolit, bentuknya mirip dengan lakolit hanya saja bagian atas dan bawahnya cekung ke atas.
·          Batuan Beku Luar
Magma yang mencapai permukaan bumi, keluar melalui rekahan atau lubang kepundan gunung api sebagai erupsi, mendingin dengan cepat dan membeku menjadi batuan ekstrusif. Keluarnyamagma di permukaan bumi melalui rekahan disebut sebagai fissure eruption.
Pada umumnya magma basaltis yang viskositasnya rendah dapat mengalir di sekitar rekahannya, menjadi hamparan lava basalt yang disebut plateau basalt. Erupsi yang keluar melalui lubang kepundan gunung api dinamakan erupsi sentral. Magma dapat mengalir melaui lereng, sebagai aliran lava atau ikut tersembur ke atas bersama gas-gas sebagai piroklastik.
Lava terdapat dalam berbagai bentuk dan jenis tergantung pada komposisi magmanya dan tempat terbentuknya. Apabilamagma membeku di bawah permukaan air terbentuklah lava bantal ( pillow lava), dinamakan demikian karena pembentukannya di bawah tekanan air. Dalam klasifikasi batuan beku batuan beku luar terklasifikasi ke dalam kelompok batuan beku afanitik. Contoh batuan beku adalah batu apung, batu andesit, batu diorit, batu basal, batu dasit, batu gabro, batu granit, batu obsidian dan batu skoria.
2.    Batuan Sedimen
Batuan endapan atau batuan sedimen adalah salah satu dari tiga kelompok utama batuan (bersama dengan batuan beku dan batuan metamorfosis) yang terbentuk melalui tiga cara utama: pelapukan batuan lain (clastic); pengendapan (deposition) karena aktivitas biogenik; dan pengendapan (precipitation) dari larutan. Jenis batuan umum seperti batu kapur, batu pasir, dan lempung, termasuk dalam batuan endapan. Batuan endapan meliputi 75% dari permukaan bumi.
Batuan sedimen batuan yang tejadi akibat lithifikasi dari hancuran batuan lain (destritus atau lithifikasi) dari hasil reaksi kimia tertentu. Lithifikasi adalah proses yang meliputi: kompaksi, autigenik, diagenesa, yaitu  terubahnya material batuan yang bersifat lepas (uncosolidate rock forming materials) menjadi batuan yang kompak (uncosolidate coherent rock). Batuan ini dibentuk oleh proses-proses yang terjadi di permukaan bumi, oleh Koesoemadinata (1979) telah membedakan menjadi lima golongan, antara lain golongan destritus yang terbagi atas destritus halus dan dentritus kasar. Golongan karbonat yaitu golongan ini terutama disusun oleh kelompok mineral karbonat (misal: kalsit, dolomit, aragonoit) dan cangkang-cangkang binatang karang. Golongan evaporit yaitu golongan batuan ini diberikan terhadap batu garam karena asal terjadinya disebabkan oleh proses evaporasi air laut (Koesoemadinata, 1979). Golongan sedimen silika termasuk golongan ini adalah juga batuan yang bersifat monomineralik dan umumnya tersusun oleh mineral silika, terbentuk secara sedimentasi kimiawi atau organik. Golongan batubara yaitu golongan terbentuk oleh adanya akumulasi zat-zat organik yang kaya akan unsur C (karbon). Umumnya terdiri dari tumbuh-tumbuhan. Termasuk jenis sedimentasi organis.
Batuan sedimen memiliki material pembentuk batuan yang bersifat lepas dan batuan ini dibentuk oleh proses-proses yang terjadi di permukaan bumi. Contoh batuan sedimen adalah batu rijang, batu tufa gelas, batu gamping, batu pasir, batu lempung, batu konglomerat, batu breksi dan batu bara

2.        Batuan Metamorf
Batuan metamorf (atau batuan malihan) adalah salah satu kelompok utama batuan yang merupakan hasil transformasi atau ubahan dari suatu tipe batuan yang telah ada sebelumnya, protolith, oleh suatu proses yang disebut metamorfisme, yang berarti "perubahan bentuk". Protolith yang dikenai panas (lebih besar dari 150°C) dan tekanan ekstrem akan mengalami perubahan fisika dan/atau kimia yang besar. Protolith dapat berupa batuan sedimen, batuan beku, atau batuan metamorf lain yang lebih tua. Beberapa contoh batuan metamorf adalah gneis, batu sabak, batu marmer, dan skist.
Protholite sendiri dapat berupa batuan beku, batuan sedimen, maupun batuan metamorf lain yang lebih tua. Syarat – syarat terjadinya metamorfisme adalah :
1.     Adanya batuan asal ( protolith )
2.     Adanya peningakatan suhu
3.     Adanya peningkatan tekanan (stresses)
4.     Adanya penambahan dan pengurangan fluida
5.     Adanya faktor waktu (jutaan tahun)
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi, metamorfosa dapat dibedakan menjadi dua:
Ø  Metamorfosa Lokal
Jenis ini penyebaran metamorfosanya sangat terbatas hanya beberapa kilometer saja. Termasuk dalam tipe metamorfosa ini adalah:
Ø  Metamorfosa Kontak/Therma
Metamorfosa kontak Yaitu metamorfosa yang diakibatkan oleh kenaikan temperatur yang tinggi, dan biasanya jenis ini ditemukan pada kontak antara tubuh intrusi magma/ekstrusi dengan batuan di sekitarnya dengan lebar 2 – 3 km. Salah satu contohnya pada zona intrusi yang dapat menyebabkan pertambahan suhu pada daerah disekitar intrusi.
Ø  Metamorfosa dinamo
Yaitu metamorfosa yang diakibatkan oleh kenaikan tekanan. Tekanan yang berpengaruh disini ada dua macam, yaitu: hidrostatis, yang mencakup ke segala arah; dan stress, yang mencakup satu arah saja. Makin dalam ke arah kerak bumi pengaruh tekanan hidrostatika semakin besar. Sedangkan tekanan pada bagian kulit bumi yang dekat dengan permukaan saja, metamorfosa semacam ini biasanya didapatkan di daerah sesar/patahan.
Ø  Metamorfosa Regional
Tipe metamorfosa ini penyebarannya sangat luas, dapat mencapai beberapa ribu kilometer. Termasuk dalam tipe ini adalah:
­       Metamorfosa regional/dinamothermal Terjadi pada kulit bumi bagian dala, dimana faktor yang mempengaruhi adalah temperatur dan tekanan yang tinggi. Proses ini akan lebih intensif apabila diikuti oleh orogenesa.
­       Metamorfosa Beban
Proses ini tidak ada hubungannya dengan orogenesa dan intrusi, tetapi terjadi pada daerah geosinklin, hingga karena adanya pembebanan sedimen yang tebal di bagian atas, maka lapisan sedimen yang ada di bagian bawah cekungan akan mengalami proses metamorfosa.
·     Mineral-mineral Penyusun Batuan Metamorf
Ø     Amphibole/Hornblende
Amphibole adalah kelompok mineral silikat yang berbentuk prismatik atau kristal yang menyerupai jarum. Mineral amphibole umumnya mengandung besi (Fe), Magnesium (Mg), Kalsium (Ca), dan Alumunium (Al), Silika (Si), dan Oksigen (O). Hornblende tampak pada foto yang berwarna hijau tua kehitaman. Mineral ini banyak dijumpai pada berbagai jenis batuan beku dan batuan metamorf.
Ø  Biotite
Semua mineral mika berbentuk pipih, bentuk kristal berlembar menyerupai buku dan merupakan bidang belahan (cleavage) dari mineral biotite. Mineral biotite umumnya berwarna gelap, hitam atau coklat sedangkan muscovite berwarna terang, abu-abu terang. Mineral mika mempunyai kekerasan yang lunak dan bisa digores dengan kuku.
Ø  Plagioclase
Mineral Plagioclase adalah anggota dari kelompok mineral feldspar. Mineral ini mengandung unsur Calsium atau Natrium. Kristal feldspar berbentuk prismatik, umumnya berwarna putih hingga abu-abu, kilap gelas. Plagioklas yang mengandung Natrium dikenal dengan mineral Albite, sedangkan yang mengandung Ca disebut An-orthite.
Ø  Potassium feldspar (Orthoclase)
Potassium feldspar adalah anggota dari mineral feldspar. Seperti halnya plagioclase feldspar, potassium feldspars adalah mineral silicate yang mengandung unsur Kalium dan bentuk kristalnya prismatik, umumnya berwarna merah daging hingga putih.
Ø     Mica
Mica adalah kelompok mineral silicate minerals dengan komposisi yang bervariasi, dari potassium (K), magnesium (Mg), iron (Fe), aluminum (Al) , silicon (Si) dan air (H2O).
Ø  Quartz
Quartz adalah satu dari mineral yang umum yang banyak dijumpai pada kerak bumi. Mineral ini tersusun dari Silika dioksida (SiO2), berwarna putih, kilap kaca dan belahan (cleavage) tidak teratur (uneven) concoidal.
Ø  Calcite
Mineral Calcite tersusun dari calcium carbonate (CaCO3). Umumnya berwarna putih transparan dan mudah digores dengan pisau. Kebanyakan dari binatang laut terbuat dari calcite atau mineral yang berhubungan dengan ‘lime’ dari batu gamping.
·          Metasomatisme
Metasomatisme adalah perubahan kimia pada batuan oleh larutan hydrothermal yang umumnya berasosiasi dengan metamorfisme kontak dan membentuk mined deposits atau endapan yang dapat ditambang.

·          Fasies Metamorfisme
Fasies metamorfisme adalah suatu pengelompokan mineral – mineral metamorfik berdasarkan tekanan dan temperatur dalam pembentukannya pada batuan metamorf. Setiap fasies pada batuan metamorf pada umumnya dinamakan berdasarkan jenis batuan (kumpulan mineral), kesamaan sifat – sifat fisik atau kimia.
·          Struktur Batuan Metamorf
Struktur Foliasi, apabila pada batuan metamorf terlihat adanya penjajaran mineral. Struktur foliasi dibagi menjadi :
Ø  Struktur Skistose : struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih (biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.
Ø  Struktur Gneisik : struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral pipih.
Ø  Struktur Slatycleavage : sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).
Ø  Struktur Phylitic : sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar.
Batuan metamorf adalah suatu batuan yang terjadi karena proses ubahan dari batuan asal oleh suatu proses metamorfose. Proses metamorfose yaitu suatu proses dimana batuan asal mengalami penambahan tekanan (P) atau temperatur (T) atau oleh kenaikan tekanan dan temperatur secara bersama-sama.
Proses metamorfose  meliputi proses rekristalisasi, reorientasi dan pembentukan  mineral-mineral baru dengan penyusunan kembali elemen-elemen kimia yang sebelumnya telah ada sehingga menjadi batuan yang kompak dan terbentuk batuan yang baru.
Sifat-sifat fisik yang harus diperhatikan pada batuan metamorf antara lain tekstur pada batuan metamorf digolongkan menjadi beberapa kelompok yaitu kristaloblastik yaitu tekstur yang terjadi pada saat tumbuhnya mineral dalam suasana padat (tekstur batuan asalnya tidak nampak lagi) dalam pembentukan batuan beku mineral tumbuh pada suasana cair. Blastopofiritik yaitu suatu tekstur sisa dari batuan asal yang bertekstur porfiritik. Blastoopotitik yaitu suatu tekstur sisa dari batuan asal yang bertekstur optik. Struktur pada batuan metamorf merupakan hubungan antara tekstur lainnya dalam hubungan batuan metamorf  mempunyai struktur foliasi.
Foliasi adalah sifat perlapisan atau berdaun, namun harus dibedakan dengan lapisan sedimen. Di sini terjadi penyusunan kristal-kristal dari mineral secara pertumbuhan dalam arah panjang pada mineral.
Batuan metamorf menyusun sebagian besar dari kerak Bumi dan digolongkan berdasarkan tekstur dan dari susunan kimia dan mineral (fasies metamorf) Mereka terbentuk jauh dibawah permukaan bumi oleh tegasan yang besar dari batuan diatasnya serta tekanan dan suhu tinggi. Mereka juga terbentuk oleh intrusi batu lebur, disebut magma, ke dalam batuan padat dan terbentuk terutama pada kontak antara magma dan batuan yang bersuhu tinggi. Contoh batuan metamorf adalah batu schist, batu serpentinit, batu filit, batu kalsit, batu kuarsit, batu marmer, batu mika, batu sabak, batu gypsum dan batu gneiss.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
            Dalam melaksanakan Praktikum Geologi Dasar, Mahasiswa diharapkan mampu mendeskripsikan batuan-batuan, yaitu batuan beku, batuan sedimen, batuan metamorf, dan dapat membedakan antara ketiga batuan tersebut. Yang menjadi suatu keahlian alam bidang perminyakan.
Untuk mendukung praktikum dan kajian yang akan dilakukan, maka dapat dilakukan beberapa metode pelaksanaan, antara lain:
3.1        Metode Penelitian Langsung
Dengan cara melakukan pengamatan langsung terhadap batuan. Berdasarkan penelitian itulah penulis mendapatkan data-data yang akan menjadi sumber dalam pembuatan laporan. Pelaksanaan praktikum merupakan tahapan pengambilan data-data batuan melalui pencatatan dari hasil objek batuan yang telah diteliti yaitu  berupa jenis, struktur, tekstur, komposisi batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamof dalam Pratikum Geologi Dasar.
3.2        Metode Studi Literatur
Merupakan data yang diperoleh dari buku-buku atau hand book, media cetak seperti majalah atau koran yang membahas tentang batuan, media elektronik dan internet sebagai bahan tambahan dalam penyusunan laporan yang berkaitan dengan topik yang ditulis.
3.3        Metode Interview
Metode interview ini dilakukan praktikan dengan mengajukan bebrapa pertanyaan kepada Asisten Praktikum Geologi Dasar mengenai klasifikasi, sifat-sifat fisik, serta contoh-contoh batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf secara langsung selama praktikum dilaksanakan. Setelah data-data data-data yang ada dapat di konsultasikan secara langsung dari teman seangkatan, Asisten Praktikum Geologi Dasar dan Para Ahli Geologi.

BAB IV
BATUAN BEKU
4.1        Tujuan
1.     Mendeskripsikan masing-masing jenis batuan beku secara megakopis Memahami tentang materi batuan beku.
2.     Menyelidiki jenis-jenis batuan secara spesifik.
3.     Mengetahui sifat-sifat fisik yang dimiliki oleh batuan beku.
4.     Mengetahui dan mempelajari penamaan batuan beku.
5.     Mengetahui tekstur batuan beku.
6.     Mengetahui struktur dan komposisi batuan beku.
7.     Mengetahui mineral-mineral yang terkandung dalam batuan beku.
4.2        Dasar Teori
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari pembekuan magma, baik di bawah permukaan (insrusif) maupun di atas permukaan (eksrusif). Cirri khas batua beku adalah kenampakannya yang kristalin, yaitu memiliki unit-unit Kristal yang kecil yang saling mengikat satu sama lain. (Drs. Firdaus, M.Si, 2011).
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk secara langsung dari hasil pembekuan magma, baik itu dibawah permukaan bumi (intrusif) ataupun dipermukaan bumi (ekstrusif).Secara umum batuan beku memiliki cirri-ciri sebagai berikut ;Massive Maksudnya batuan tersebut memiliki struktur yang kompak dank eras. Terdiri dari paduan mineral-mineral pembentuk batuan, yaitu mineral primert (mineral utama dan mineral aksesoris). Tidak ada perlapisan Maksudnya batuan tersebut tidak menunjukkan adanya bidang perpisahan pada strukturnya. Berikut ini bentuk-bentuk badan batuan beku (Rock body) Batuan beku luar, berupa produk ekstrusif (bukit, gunung dan planteau).Batuan beku adalah merupakan kumpulan mineral-mineral silikat dari hasil penghabluran magma yang mendingin. Penggolongan batuan beku dapat didasarkan kepada tiga patokan utama yaitu berdasarkan genetik batuan, berdasarkan senyawa kimia yang terkandung dan berdasarkan susunan mineralnya. Pembagian yang berdasarkan genetik atau tempat terjadinya dari batuan beku dapat dibagi atas batuan ekstrusi dan batuan intrusi. Batuan ekstrusi terdiri dari semua material yang dikeluarkan kepermukaan bumi baik di daratan maupun di bawah permukaan laut material ini mendingin dengan cepat, ada yang berbentuk padat atau suatu larutan yang kental dan panas yang disebut lava. Magma yang mencapai permukaan bumi melalui rekahan atau lubang kepundan gunung api sebagai erupsi, mendingin dengan cepat dan membeku menjadi batuan beku luar. (W.T. Huang, 1962).
Letusan gunung berapi merupakan proses yang mengagumkan. Sayangnya, (atau untungnya!) kebanyakan dari kita tidak akan pernah mengalaminya dalam hidup kita. Tapi kita mungkin memiliki kesempatan untuk melihat produk-produk dari proses vulkanik saat berpergian ke suatu negara atau hiking di hutan. Batuan vulkanik, produk padat dari letusan gunung berapi adalah kelompok batuan yang terbesar yang disebut batu beku.
Batuan beku bisa batuan kristalin atau gelas yang dibentuk oleh pendinginan dan pemadatan magma cair. Batuan beku merupakan satu dari tiga batuan lainnya, yaitu metamorf dan sedimen.
Batuan beku terbentuk dari pembekuan magma, yang panasnya (600 deg.C - 1300 deg.C, atau 1100 deg - 2400 deg F..) bahan batu cair atau sebagian cair.Bumi didominasi batuan beku dan dilapisi batuan sedimen yang tipis. Sedangkan batuan sedimen dihasilkan oleh proses di permukaan bumi seperti pelapukan dan erosi, batuan beku - dan metamorf adalah batuan yang dibentuk oleh proses internal yang tidak dapat langsung diamati.
Magma dihasilkan di dalam asthenoper ( lapisan batuan cair di kerak bumi) pada kedalaman sekitar 60-100 km (40-60 mili). Karena magama kurang padat ari batuan seiktarnya, maka magma akan naik ke atas. Bisa di dalam kerak bumi, atau sampai ke permukaan akibat dari volkanik sebagai aliran lava. Batuan yang terbentuk dari pendinginan dan solidifikasi magma jauh di dalam kerak bumi (plutonik) akan berbeda dengan hasil erupsi (volkanik) karena terbentuk di dua lingkungan yang berbeda.
Di dalam kerak bumi, suhu dan tekanan lebih besar dari di permukaan, magma akan mendingin perlahan dan terkristal sempurna. Pendinginan yang lambat memacu pertumbuhan mineral yang cukup besar sehingga bisa diamati secara visual tanpa bantuan mikroskop (phaneritic, dari bahasa Yunani, phaneros=tampak). Sebaliknya, erupsi magma di permukaan akan mendingin sangat cepat sehingga mineral yang terbentuk sedikit atau tidak ada kesempatan untuk tumbuh. Hasilnya, batuan tersusun dari mineral2 yang hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop, (aphanitic, bahasa yunani aphanes= tak tampak) atau tidak ada mineral sedikitpun (tersusun oleh glass, sangat viscous, cairan non-kristalin).
Namun seiring dengan berkembangnya zaman, klasifikasi batuan telah dikembangkan lagi. Sehingga dapat diklasifikasikan lebih mendetail. Salah satunya adalah klasifikasi batuan dilihat dari segi kimiawi. Klasifikasi secara kimiawi ini berdasarkan atas persentase kandungan SiO2, yaitu:
·          Batuan beku asam              : >66% SiO2
·          Batuan beku intermediet     : 52% -66% SiO2
·          Batuan beku basa               : 45% - 52% SiO2
·          Batuan beku ultra basa       : <45% SiO2
Struktur
Struktur batuan beku umumnya dapat dilihat dilapangan saja dan hanya beberapa saja yang dapat dilihat dalan hand specimen sample:
·    Massif               :  Tidak menunjukan adanya lubang-lubang atau struktur
                          aliran.                     
·    Vesikuler           :  Berlubang-lubang yang disebabkan oleh keluarnya  gas pada waktu pembekuan magma, arah lubang itu
                          teratur.
·    Scoria                :  Berlubang-lubang besar tetapi arah tidak teratur.
·    Amigdaloidal     :  Lubang-lubang yang terisi oleh mineral sekunder


Tekstur
Tekstur adalah hubungan antara mineral-mineral dengan massa gelas yang membentuk massa dasar dari batuan. Untuk batuan beku, pengamatan tekstur meliputi:
  Derajat Kristalisasi terbagi menjadi 3, yaitu:
Ø  Holokristalin     :  Apabila batuan terdiri dari massa Kristal
                            seluruhnya.
Ø  Holohyalin         :  Apabila batuan terdiri dari massa gelas
                            seluruhnya.
Ø  Hipokrislatin     :  Apabila sebagian terdiri dari massa kristal dan
                            massa gelas.
  Granularitas terbagi menjadi 2, yaitu:
Ø  Fanerik            :  Apabila kristal-kristalnya jelas sehingga dapat
                           dibedakan dengan mata biasa, antara lain:
-           Halus                 : Diameter <1 mm
-           Sedang              : Diameter 1 sampai 5 mm
-           Kasar                 : Diameter 5 sampai 30 mm
-           Sangat Kasar    : Diameter >30 mm
Ø  Afanitik            :  Kristal-kristal yang sangat halus sehingga
                           tidak dapat dibedakan dengan pandangan mata
                           biasa.
  Bentuk Kristal, terbagi menjadi 3, yaitu:
Ø  Euhedral          :  Apabila batas dari mineral adalah bentuk asli dari
                          bidang kristal.
Ø  Subhedral        :  Apabila sebagian dari batas-batas mineral sudah
                    tidak tampak lagi.
Ø  Anhedral          :  Apabila mineral sudah tidak mempunyai bidang
                           kristal asli.
  Relasi terbagi menjadi 2, yaitu:
Ø  Equigranular   :  Bisa secara relative ukuran kristal pembentuk
                           batuan berukuran sama besar.
Ø  Inequigranular :  Bila ukuran kristal pembentuknya tidak sama.
Komposisi Mineral
Untuk menentuka komposisi mineral kita cukup menggunakan indeks warna dari bentuk kristal, sebagai dasar penentuan mineral penyusun batuan. Atas dasar warna mineral sebagai penyusun batuan beku dapat dikelompokan menjadi dua:
  Mineral Felsik         :  Yaitu yang berwarna cerah terutama kwarsa,
                                  feldspar, feldspatoid dan muscovite.
  Mineral Mafik         : Yaitu yang berwarna gelap terutama biotic,
                                 piroksen, amphibol dan olivine

4.3        Alat dan Bahan
4.3.1      Alat
·          Buku Pendahuluan
·          Kamera
·          Lup
·          Mistar
·          Penghapus
·          Pensil
·          Pulpen
·          Tipe-X
4.3.2      Bahan
·          Batuan Beku Apung
·          Batuan Beku Skoria
·          Batuan Beku Obsidian
4.4        Prosedur Percobaan
1.     Menyimak beberapa penjelasan yang disampaikan oleh asisten praktikum.
2.     Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum batuan beku.
3.     Menggambar batuan pertama dan memfoto batuan tersebut.
4.     Mengukur panjang, lebar dan tinggi batuan menggunakan penggaris.
5.     Mengamati jenis batuan, warna batuan, struktur batuan, tekstur batuan (ukuran butir, derajat pemilahan dan derajat pembundaran), komposisi batuan (fragmen, matrik, semen) dan nama batuan.
6.     Menuliskan hasil identifikasi pada buku pendahuluan praktikum.
7.     Mengulangi langkah dua sampai dengan langkah enam untuk batuan kedua.
8.     Mengulangi langkah dua sampai dengan langkah enam untuk batuan ketiga.
9.     Merapihkan alat dan bahan yang telah selesai digunakan.
4.5        Hasil Pengamatan
4.5.1      Batuan Pertama
·          Nomor urut              :  1
·          Nomor batuan        :  10
·          Nama batuan         :  Batuan Beku Apung
·          Warna batuan        :  Abu-abu Cerah
·          Jenis batuan          :  Intermediet
·          Struktur batuan      :  Vesikuler
·          Tekstur                   :          
a.   Derajat kristalisasi      : Holokristalin
b.   Granularitas                : Fanerik sedang
(1-5mm)
c.   Bentuk kristal              : Anhedral
d.   Relasi                          : Equigranular
·          Komposisi              :  Mineral Felsik > Mineral Mafik
·          Gambar                  :          


Gambar 4.1
 Batuan Beku Apung
  
  
4.5.2      Batuan Kedua
·          Nomor urut              :  2
·          Nomor batuan        :  8
·          Nama batuan         :  Batuan Beku Skoria
·          Warna batuan        :  Coklat Gelap
·          Jenis batuan          :  Batuan beku basa
·          Struktur batuan      :  Skoria
·          Tekstur                   :          
a.   Derajat kristalisasi      : Hipokristalin
b.   Granularitas                : Fanerik sangat kasar (>30mm)
c.   Bentuk kristal              : Euhedral
d.   Relasi                          : Inequigranular
·          Komposisi              :  Mineral mafik > mineral felsik
·          Gambar                  :          


Gambar 4.2
Batuan Beku Skoria



  
4.5.3      Batuan Ketiga
·          Nomor urut                        :  3
·       Nomor batuan        :  9
·          Nama batuan         :  Beku Obsidian
·          Warna batuan        :  Hitam Mengkilap
·          Jenis batuan          :  Batuan Beku Asam
·          Struktur batuan      :  Masif
·          Tekstur                   :          
a.   Derajat kristalisasi      : Holohyain
b.   Granularitas                : Afanitik
c.   Bentuk kristal              : -
d.   Relasi                          : Equigranular
·          Komposisi              :Mineral felsik >Mineral mafik
·          Gambar                 :

Gambar 4.3
Batuan Beku Obsidian




4.6        Analisa Batuan
Dalam praktikum geologi dasar yang telah diakukan dapat diketahui bahwa batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari pembekuan magma. Magma adalah zat cair liat pijar panas yang merupakan senyawa silikat danada di bawah kondisi tekanan dan suhu tinggi di dalam tubuh bumi. Proses pembekuan merupakan proses perubahan fase dari fase cair menjadi fase padat. Proses pembekuan magma akan sangat berpengaruh terhadap tekstur dan struktur primer batuan sedangkan komposisi batuan sangat dipengaruhi oleh sifat magma asal. Pada saat proses pembekuan magma apabila terdapat cukup energipembentukan kristal maka akan terbentuk kristal-kristal yang berukuran besar sedangkan bila energi pembentukan rendah akan terbentuk kristal yang berukuran halus. Bila pendinginan berlangsung sangat cepat maka Krista ltidak terbentuk dan cairan magma membeku menjadi gelas.
Pada praktikum batuan beku ini yang dipraktikumkan adalah mengamatai batuan beku apung, batuan beku skoria dan batuan beku obsidian. Alat yang digunakan selama praktikum berlangsung adalah alat tulis, jangka sorong, kaca pembesar, modul praktikum dan kamera. Sedangkan bahan yang digunakan adalah batuan beku dasit, batuan beku obsidian danbatuan beku diorit.
Langkah yang dilakukan pada percobaan ini adalah sebagai berikut. Pertama Mendengarkan penjelasan yang diberikan oleh Asisten Praktikum.Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Menggambar batuan pertama dan memfoto batuan.Mengukur panjang, lebar dan tinggi batuan menggunakan penggaris atau jangka sorong. Mengidentifikasi batuan pertama dengan melihat fisik batuan.Menuliskan hasil identifikasi pada buku pendahuluan praktikum. Mengulangi langkah dua sampai dengan langkah enam untuk batuan kedua dan ketiga. Yang terakhir merapihkan alat dan bahan yang telah selesai digunakan.
Struktur batuan beku umumnya dapat dilihat dilapangan saja dan hanya beberapa saja yang dapat dilihat dalan hand specimen sample dimana batuan apung memiliki struktur vesikuler karena Berlubang-lubang yang disebabkan oleh keluarnya  gas pada waktu pembekuan magma, arah lubang itu teratur. Batuan scoria memiliki struktur scoria karena memiliki berlubang-lubang besar tapi tidak teratur. Sedangkan batuan beku obsidian memiliki struktur masif karena tidak menunjukkan adanya lubang-lubang atau struktur aliran.
Tekstur adalah hubungan antara mineral-mineral dengan massa gelas yang membentuk massa dasar dari batuan. Tekstur batuan beku apung dari segi tekstur batuan ini memuat derajat kristalisasi berupa hipokristalin, granularitas berupa fenerik sedang, bentuk kristal anhedral Batuan beku obsidian dari segi tekstur batuan ini memuat
Apung merupakan Batuan beku yang tergolong pada jenis batuan beku intermediet. Warna batuan ini pada umumnya berwarna abu-abu cerah dan memiliki struktur fesikuler. Dari segi tekstur batuan ini memuat derajat kristalisasi berupa hipokristalin, karena sebagian terdiri dari massa kristal dan sebagian terdiri dari massa gelas, dengan granulitas berupa fenerik halus berukuran kurang dari 1mm, serta bentuk  kristal anhedral dan memiliki relasi berupa equigranular. Komposisi batuan ini tersusun dari mineral mafik. Batuan beku apung ini mempunyai panjang 2 cm dan lebar 5,5 cm.
Skoria merupakan merupakan batuan beku yang berwarna coklat gelap karena termasuk batuan beku basa. Struktur batuannya adalah skoria karena berlubang-lubang besar tapi arah tidak teratur. Derajat kristalisasinya hipokristalin karena sebagian terdiri dari massa kristal dan massa gelas. Granularitasnya sangat kasar karena ukuran kristalnya sangat jelas dan berukuran > 30 mm, bentuk kristalnya euhedral karena ada batas antara bentuk asli dari bidang kristal, dan komposisinya yaitu mineral nafik>mineral fersik alasannya karena berwarna gelap.
Obsidian adalah batuan beku asam karena berwarna mengkilap dan berstruktur masif karena tidak menunjukkan adanya lubang-lubang atau struktur aliran. Batuan obsidian juga mempunyai derajat kristalisasi holohyain karena terdiri dari massa gelas seluruhnya, granularitas alfanitik karena mempunyai kristal tapi tidak bisa dilihat dengan mata biasa, bentuk kristalnya tidak ada karena tidak mengandung kristal yang begitu dominan, dan relasinya equigranular serta komposisinya adalah mineral mafik karena berwarna gelap tapi mengkilap.
Dari hasil pengamatan batuan beku apung mempunyai ukuran panjang 2 cm dan lebar 5,5 cm, batuan beku skoria mempunyai ukuran panjang sebesar 2 cm dan lebar 4 cm dan batuan beku obsidian mempunya ukuran panjang 2,3 cm dan lebar 3,3 cm.


4.7        Kesimpulan
Pada praktikum geologi dasar tentang percobaan Batuan Beku dapat diambil kesimpulan, yaitu:
1.     Batuan beku berdasarkan komposisi dibagi menjadi tiga jenis batuan, yaitu:
·          Batuan beku asam
·          Batuan beku intermediet
·          Batuan beku basa
2.     Batuan beku adalah Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari pembekuan magma.
3.     Batuan ekstrusiv dapat terbentuk melalui airan lava yang membanjiri permukaan tanah seperti sungai dan potongan fragmen magma yang ukurannya beragam (pyroclastic material) yang biasa terbawa ke atmosfer dan menutupi permukaan bumi ketika mengendap
4.     Batuan basal termasuk dalam jenis batuan beku basa.
5.     Batuan dasit termasuk dalam jenis batuan beku asam.
6.     Batuan andseit termasuk dalan jenis batuan beku intermediet.
7.     Bentuk Kristal terbagi menjadi tiga, yaitu
·          Euhedral
·          Subhedral
·          Anhedral
8.     Batuan basal mempunyai warna hitam pekat memiliki struktur batuan masif
9.     Batuan dasit mempunyai warna cerah memiliki struktur batuan massif.
10.  Batuan andseit mempunyai warna abu-abu memiliki struktur batuan masif.
11.  Batuan basal memiliki derajat kristalisasi berupa hipokristalin, dengan granulitas berupa fenerik halus ,serta bentuk  kristal anhedral dan memiliki relasi berupa inequigranular.
12.  Batuan dasit memiliki derajat kristalisasi hipokristalin dan granularitas berupa fanerik kasar, serta bentuk  kristal subhedral dan memiliki relasi berupa inequigranular
13.  Batuan andesit memiliki derajat kristalisasi hipokristalin dan granularitas berupa fanerik kasar, serta bentuk  kristal euhedral dan memiliki relasi berupa inequigranular.
14.  Basal mempunyai komposisi batuan berupa mineral mafik.
15.  Dasit mempunyai komposisi batuan berupa mineral felsik lebih besar dari mineral mafik.
16.  Andesit mempunyai komposisi batuan berupa mineral felsik lebih besar dari mineral mafik.
17.  Basal mempunyai panjang 3 cm dan lebar 3 cm.
18.  Dasit mempunyai panjang 3 cm dan lebar 2 cm.
19.  Andesit mempunyai panjang 3 cm dan lebar 3 cm.